Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

Di ujung malam

Mari Berjumpa Nyatanya dua rembulan penuh salamnya tak jua Sadar dengan kesunyian yang seketika Begitu amat sayu, berkali-kali menggumamkan kata yang perlu aku pahami Begitu pun dirimu Ingin berjalan dalam sajak yang aku khayalkan Ku mau itu . . . Orang bilang mudah untuk melupakan satu kalimat Benar, alangkah baiknya berjumpa Juga bila esok nampak sebuah titipan yang tersirat Jiwa yang terjaga hingga terasa angin malam Ia saksinya, Tuk menunggu apa ?  Bila tak jua bagaimana ? Belum sempat bergegas  Telah pudar dan kini tenggat waktunya  dalam diam, ada siasat yang memuja-muja rindunya.

Poros

Tempo hari kamu meragukan apa yang kamu ucapkan Menanyakan “kapan bisa pergi ?” Cepat pergi mandi... Merebutkan waktu yang kalau bisa di hentikan Hanya sementara.. Jangan berkhayal kita tidak di dunia fiksi Pada niat ku .. Mulai aku awali dengan janji janji Kamu bilang sore tadi, kapan aku juga bisa minum secangkir kopi kembali  Apa itu janji yang harus ditepati ? Pelik dari 2 jiwa yang teramat asik kegirangan Sebabnya mungkin karna mereka juga rindu Ini Kopi, ayo minum lagi.. Kamu menyebutnya aliran indie Selat Sunda, memang dari peta terlihat dekat Bentangannya terpaut oleh anak krakatau Aku tunggu, hey coba liat janjimu Niat mu membawaku pada tempat yang indah di tanah Sunda  Melepas gundahnya rindu mu pada bulan katanya, aku kira pada diriku. Bukan begitu maksud dirinya bulan itu aku sangat lucu membayangkannya Geli sekali aku rasa.

Agustus bermula

Sebuah kisah atau bisikan awal cerita setiap ketetapan kataku Dalam  susunan cerita ini mulai ku ceritakan sedemikian rupa, kalau berantakan nanti aku rapihkan. handal atau pandai sebuah kemampuan yang mungkin saat ini hingga nanti harus di miliki, namun kini aku sendiri lebih memilih untuk berbisik karena lebih mudah. orang lainpun mungkin memilih hal yang sama. sekalipun pelan nadanya papan ini juga tau aku bercerita secara jelas. ketetapan seperti ciri khas kata, bukan membual namun bisa di sebut terapan juga.  bermula hari ini juga kutetapkan harapanku lebih panjang, seperti intuisi juga.  salam pada hari esok, aku ingin berbisik kisah mimpi nyata dan kehidupan fana yang lebih panjang.

Sejauh putaran jarum jam

Gelap dengar   berkali-kali tetap mau menunggu, memang sudah dijanjikan untuk bertemu Seperti apa sebuah takdir ? Sampai tiba di hari akan beranjak pergi untuk menemui kasihnya Seketika merasa janggal dengan pandangannya, mungkin juga perasaannya  Terlihat satu lembar kertas yang di sobek Seharusnya memang telah pergi Lantas dirinya mengira ini kejutan penuh ucapan manis. “...Kau telah menemaniku, mau mempercayai ucapanku dan semua yang telah aku janjikan. Cukup untukmu yang merasa bahagia, walau aku tahu sejatinya ada satu harapan yang tidak tertinggal seperti yang menginginkan untuk menjadi satu hati, kasih. Lebih dari itu tak mau aku memaksakan kehendak, takdir tahu dan aku percaya itu. Boleh kau menunggu ku kembali sampai waktu, takdir, dan doa mu terdengar tuhan, tidak tahu entah kapan itu. abadi lah kebahagiaanmu.” Ada gerimis datang saat sebelum aku membacanya, Telak tidak terbayangkan rasa pilu dari kalimat sendu itu Terganti oleh hujan abadi kala ini, dan Ratap sudah ...