Terlepas teleponmu saat pagi aku abaikan Ada takut yang enggan punah Mawarnya mulai menghitam hingga kering Entah, mungkin karena dicampakkan Gumam pikiran berasal dari relungnya Sepanjang jalan basah bertumpu air Lama tak terdengar langkah kaki riangnya untuk menemui kasih bersama mawar-mawar Aku hanya sebagai objekmu Aku hanya tertulis sebagai cangkangmu Aku pula tercekik oleh gumam-gumam itu Petang tiba, berlalu sudah Lihat kopinya pekat semu menghitam Bagai mawar yang tersisih Entah, mungkin pula karena dicampakkan
menulis suku kata menuju jalan cerita