Langsung ke konten utama

Rongak

 
Dersik

(Mendekap tangan pada tuhan di kesunyian batin)

Bercerita tentang seorang wanita yang berjalan dengan tenang, diantara lebatnya dedaunan sepanjang jalan dan derasnya hujan bagai badai.

Ada kala hujan yang bersambutan dengan petir, tika hujan bersorak diatas angin menghampiri.


Mendung nampak menggerutu

Lalu lalang burung-burung menuju persembunyian

batang pohon lagu terguyur sampai merunduk, kini dibiarkan saja

Sampai-sampai, tiada rumpangnya ia berjalan bersambung angin yang kencang

Namun terdengar sorak orang yang berjalan terkesok-kesok

(Bagai disembur satu golang air kala ditengah derasnya hujan)


Perlukah jawaban dari suara dirinya, mengapa enggan melambaikan jari-jemari untuk meminta sebuah payung atau niat berteduh ?


Nyatanya ia berupaya menengadahkan tangan tuk berdoa dalam tenang

Membisikkan harapannya pada tuhan

“....tuhan dengarlah ampunan dosaku gantilah dengan doaku, sebagaimana aku menginginkan harapan yang amat banyak sederas hujan yang bersambut gemerlap petir dan badai...”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tersembunyi

Berlabuh diri di hadapan tanggul dan jurang Jauh dari  tentang dirinya saat dini  hari mulai ku persembahkan luapan gumam kata-perkata kepada tuan dan puan dirumah. Berjalan jauh pada poros takdir hingga sampai saat ini berdiri di ujung jembatan yang telah dibuat, dirangkai dan diikat sekian rupa. Ki ni apa daya tujuannya mulai tumpu bukan menepi tapi memutuskan untuk tidak saling beriringan.   Saat puan jatuh tertimpa atap sampai-sampai serangkai 2 saudara pun merasa tertimpa pula. Terisak tangis hingga malam tiba dan sesampainya di ujung jembatan yang Tuan sengaja rapuhkan, dan sengaja kau rusakan juga. Hingga kini apa 2 serangkai itu harus memihak salah satunya ? M ari lihat seperti apa ringkih tangisan yang amat lama dan begitu hebat.  Bagiku, hanya seorang anak yang merasa ingin membuka lebar haknya begitu  melerai sebuah perdebatan di tengah kekacauan. Saat masih dini hari, ba hkan ku sisipkan nasihatku untuknya. Haruskah berpuluhan tahun terus sepert...

Serayu

Mari mencoba merangkul semua rasa dijadikan padu tanpa sendu  Lama pula seiring habisnya malam Tiba saatnya berlabuh tanpa kisah pilu Kehangatan dari sebuah kalimat Mampu memanjakan kesenangan hati Beralih diri menjadi tegar Mengubah jalan dan pilihan

Sejauh putaran jarum jam

Gelap dengar   berkali-kali tetap mau menunggu, memang sudah dijanjikan untuk bertemu Seperti apa sebuah takdir ? Sampai tiba di hari akan beranjak pergi untuk menemui kasihnya Seketika merasa janggal dengan pandangannya, mungkin juga perasaannya  Terlihat satu lembar kertas yang di sobek Seharusnya memang telah pergi Lantas dirinya mengira ini kejutan penuh ucapan manis. “...Kau telah menemaniku, mau mempercayai ucapanku dan semua yang telah aku janjikan. Cukup untukmu yang merasa bahagia, walau aku tahu sejatinya ada satu harapan yang tidak tertinggal seperti yang menginginkan untuk menjadi satu hati, kasih. Lebih dari itu tak mau aku memaksakan kehendak, takdir tahu dan aku percaya itu. Boleh kau menunggu ku kembali sampai waktu, takdir, dan doa mu terdengar tuhan, tidak tahu entah kapan itu. abadi lah kebahagiaanmu.” Ada gerimis datang saat sebelum aku membacanya, Telak tidak terbayangkan rasa pilu dari kalimat sendu itu Terganti oleh hujan abadi kala ini, dan Ratap sudah ...